1. Dalil-Dalil Tentang Iman Kepada Allah
Firman Allah SWT:
Wahai orang yang beriman; berimanlah
kamu kepada Allah, Rasul-Nya (Muhammad SAW), kitab yang diturunkan
kepada Rasul-Nya dan kitab yang telah diturunkan sebelumnya.
Barangsiapa kafir (tidak beriman) kepada Allah, malaikat-Nya.
kitab-kitab-Nya, rasul-rasul-Nya dan Hari Akhirat, maka sesungguhnya
orang itu sangat jauh tersesat. QS. an-Nisaa’ (4): 136.
Dan Tuhan itu, Tuhan Yang Maha Esa. Tidak ada Tuhan selain Dia. Yang Maha Pemurah dan Maha Penyayang. QS. al-Baqarah (2): 163.
Allah itu tunggal, tidak ada Tuhan
selain Dia, yang hidup tidak berkehendak kepada selain-Nya, tidak
mengantuk dan tidak tidur. Kepunyaan-Nya lah segala sesuatu yang ada di
langit dan di bumi. Bukankah tidak ada orang yang memberikan syafaat
di hadapan-Nya jika tidak dengan seizin-Nya? Ia mengetahui apa yang di
hadapan manusia dan apa yang di belakang mereka, sedang mereka tidak
mengetahui sedikit jua pun tentang ilmu-Nya, kecuali apa yang
dikehendaki-Nya. Pengetahuannya meliputi langit dan bumi. Memelihara
kedua makhluk itu tidak berat bagi-Nya. Dialah Yang Maha Tinggi lagi
Maha Besar. QS. al-Baqarah (2): 255.
Dialah Allah, Tuhan Yang Tunggal, yang
tiada Tuhan selain Dia, yang mengetahui perkara yang tersembunyi
(gaib) dan yang terang Yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang. Dialah
Allah, tidak tidak ada Tuhan selain Dia, Raja Yang Maha Suci, yang
sejahtera yang memelihara, yang Maha Kuasa. Yang Maha Mulia, Yang
Jabbar,lagi yang Maha besar, maha Suci Allah dari segala sesuatu yang
mereka perserikatkan dengannya. Dialah Allah yang menjadikan, yang
menciptakan, yang memberi rupa, yang mempunyai nama-nama yang indah dan
baik. Semua isi langit mengaku kesucian-Nya. Dialah Allah Yang Maha
keras tuntutan-Nya, lagi Maha Bijaksana. QS. al-Hasyr (59): 22-24
Dalam Surat Al-Ikhlash, yang mempunyai arti:
“Katakanlah olehmu (hai Muhammad):
Allah itu Maha Esa. Dialah tempat bergantung segala makhluk dan tempat
memohon segala hajat. Dialah Allah, yang tiada beranak dan tidak
diperanakkan dan tidak seorang pun atau sesuatu yang sebanding dengan
Dia.” QS. al-Ikhlash (112): 1-4.
Sabda RasululIah SAW:
Katakanlah olehmu (wahai Sufyan, jika
kamu benar-benar hendak memeluk Islam): Saya telah beriman akan Allah;
kemudian berlaku luruslah kamu. (HR. Taisirul Wushul, 1: 18).
Manusia yang paling bahagia memperoleh syafaat-Ku di hari kiamat, ialah: orang yang mengucapkan kalimat La ilaha illallah. (HR. Muslim, Taisirul Wushul, 1: 12).
Barangsiapa mati tidak
memperserikatkan Allah dengan sesuatu, pasti masuk surga. Dan
barangsiapa mati tengah memperserikatkan Allah dengan sesuatu, pasti
masuk neraka. (HR. Muslim, Taisirul Wushul, 1: 12.
2. Pengertian Iman Kepada Allah
Iman kepada Allah ialah:
1. Membenarkan dengan yakin akan adanya Allah;
2. Membenarkan dengan yakin akan
keesaan-Nya, baik dalam perbuatan-Nya menciptakan alam makhluk
seluruhnya, maupun dalam menerima ibadat segenap makhluk-Nya;
3. Membenarkan dengan yakin, bahwa Allah
bersifat dengan segala sifat sempurna, suci dari segala sifat kekurangan
dan suci pula dari menyerupai segala yang baharu (makhluk).
Demikianlah pengertian iman akan Allah, yang masing-masing diuraikan dalam pasal-pasal yang akan datang.
Makrifat
Perlu dijelaskan lebih dahulu, bahwa membenarkan
dalam pengertian iman seperti yang tersebut di atas, ialah suatu
pengakuan yang didasarkan kepada makrifat. Karena itu perlulah kiranya
diketahui dahulu akan arti dan kedudukan makrifat itu.
Makrifat ialah: “Mengenal Allah Tuhan
seru sekalian alam” untuk mengenal Allah, ialah dengan memperhatikan
segala makhluk-Nya dan memperhatikan segala jenis kejadian dalam alam
ini. Sesungguhnya segala yang diciptakan Allah, semuanya menunjukkan
akan “adanya Allah”. memakrifati Allah, maka Dia telah menganugerahkan
akal dan pikiran. Akal dan pikiran itu adalah alat yang penting untuk
memakrifati Allah, Zat yang Maha Suci, Zat yang tiada bersekutu dan
tiada yang serupa. Dengan memakrifati-Nya tumbuhlah keimanan dan
keislaman. Makrifat itulah menumbuhkan cinta, takut dan harap.
Menumbuhkan khudu’ dan khusyuk didalam jiwa manusia. Karena
itulah makrifat dijadikan sebagai pangkal kewajiban seperti yang
ditetapkan oleh para ahli ilmu Agama. Semuanya menetapkan: “Awwaluddini, ma’rifatullah permulaan agama, ialah mengenal Allah”. Dari kesimpulan inilah pengarang az-Zubad merangkumkan syairnya yang berbunyi:
Permulaan kewajiban manusia, ialah mengenal akan Allah dengan keyakinan yang teguh.
Dalam pada itu, harus pula diketahui,
bahwa makrifat yang diwajibkan itu, ialah mengenali sifat-sifat-Nya dan
nama-nama-Nya yang dikenal dengan al-Asmaul Husna (nama-nama
yang indah lagi baik). Adapun mengetahui hakikat Zat-Nya, tidak
dibenarkan, sebab akal pikiran tidak mampu mengetahui Zat Tuhan. Abul
Baqa al-’Ukbary dalam Kulliyiat-nya menulis: “ada dua martabat
Islam: (l) di bawah iman, yaitu mengaku (mengikrarkan) dengan lisan,
walaupun hati tidak mengakuinya; dan (2) di atas iman, yaitu mengaku
dengan lidah mempercayai dengan hati, dan mengerjakan dengan anggota”.
Sebagian besar ulama Hanafiyah dan ahli
hadits menetapkan bahwa iman dan Islam hanya satu. Akan tetapi Abul
Hasan al-Asy’ari mengatakan: Iman dan Islam itu berlainan”.
Abu Manshur al-Maturidi berpendapat, bahwa: “Islam itu mengetahui dengan yakin akan adanya Allah, dengan tidak meng-kaifiyat-kan-Nya dengan sesuatu kaifiyat,
dengan tidak menyerupakan-Nya dengan sesuatu pun dari makhluk-Nya.
Tempatnya yang tersebut ini, ialah dalam hati. Iman ialah mempercayai
(mengetahui) akan ketuhanan-Nya dan tempatnya ialah di dalam dada
(hati). Makrifat ialah mengetahui Allah dan akan segala sifat-Nya.
Tempatnya ialah di dalam lubuk hati (fuad). Tauhid ialah
mengetahui (meyakini) Allah dengan keesaan-Nya. Tempatnya ialah di dalam
lubuk hati dan itulah yang dinamakan rahasia (sir).
Inilah empat ikatan, yakni: lslam,
iman, makrifat, dan tauhid yang bukan satu dan bukan pula berlainan.
Apabila keempat-empatnya bersatu, maka tegaklah Agama.
3. Cara Mengakui Ada-Nya Allah
Mengakui ada-Nya Allah, ialah: “Mengakui bahwa alam ini mempunyai Tuhan yang wajib wujud (ada-Nya), yang qadim azali, yang baqi
(kekal), yang tidak serupa dengan segala yang baharu. Dialah yang
menjadikan alam semesta dan tidaklah sekali-kali alam ini terjadi dengan
sendirinya tanpa diciptakan oleh yang wajib wujud-Nya itu”.
Demikianlah ringkasan cara mengetahui
akan ada-Nya Allah, Sang Maha Pencipta dan Maha Pengendali alam yang
sangat luas dan beraneka ragam ini.
4. Cara Menetapkan Ada-Nya Allah
Agama Islam menetapkan ada-Nya Tuhan (Wujudullah)
dengan alasan yang jitu dan tepat, yang tidak dapat dibantah dan
disanggah; karena alasan yang dikemukakan oleh Agama Islam (al-Qur’an)
adalah nyata, logis (manthiqy) dan ilmiah.